Beranda | Artikel
Tentang Qunut yang Mungkin Kamu Belum Tahu - Syaikh Hamid Akram al-Bukhari #NasehatUlama
Rabu, 26 Mei 2021

Tentang Qunut yang Mungkin Kamu Belum Tahu – Syaikh Hamid Akram al-Bukhari #NasehatUlama

Perbedaan pendapat dalam masalah ini; apakah qunut senantiasa disyariatkan atau hanya ketika ada musibah (nazilah), mayoritas ulama berpendapat bahwa qunut hanya disyariatkan ketika terjadi musibah.

Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa qunut dapat dilakukan kapan saja, dan ini adalah pendapat Imam asy-Syafi’i -rahimahullah- dan juga pendapat Imam Malik.

Pendapat Imam Malik dan pendapat Imam asy-Syafi’i.

Imam Malik dan Imam asy-Syafi’i berpendapat bahwa qunut dilakukan pada rakaat kedua dalam shalat subuh, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits. Akan tetapi perbedaan pendapat di antara Imam Malik dan Imam asy-Syafi’i adalah apakah qunut dilakukan sebelum ruku’ atau setelahnya?

Imam asy-Syafi’i berpendapat bahwa qunut dilakukan setelah ruku’ dengan mengeraskan suara bacaan doanya, sebagaimana disebutkan dalam hadits. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa qunut dilakukan dalam shalat subuh pada rakaat kedua sebelum ruku’ dengan memelankan (suara) bacaan doanya.

Adapun Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa qunut hanya dilakukan pada shalat witir.

Namun mereka berdua berbeda pendapat, apakah dilakukan sebelum ruku’ atau setelahnya?

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa qunut dilakukan sebelum ruku’ seperti pendapat Imam Malik.

Sedangkan Imam Ahmad berpendapat bahwa qunut dilakukan setelah ruku’ seperti pendapat Imam asy-Syafi’i.

Jadi, Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa qunut dilakukan sebelum ruku.

Sedangkan Imam Ahmad dan Imam asy-Syafi’i berpendapat bahwa qunut dilakukan setelah ruku’.

Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa qunut dilakukan pada shalat witir.

Sedangkan Imam asy-Syafi’i dan Imam Malik berpendapat bahwa qunut dilakukan pada shalat subuh.

Jadi, ada berapa pendapat pada masalah ini? Ada empat pendapat, ada empat pendapat.

Pertama, pendapat Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa qunut dilakukan pada shalat witir sebelum ruku’ dengan (suara) bacaan pelan, bahkan qunut pada witir di shalat tarawih.

Dengan memelankan (suara) bacaan doanya bahkan pada qunut witir di shalat tarawih.

Kedua, pendapat Imam Malik

yang memiliki kemiripan dengan pendapat Imam Abu Hanifah,

bahwa qunut dilakukan sebelum ruku’-dalam hal ini Imam Malik sependapat dengan Imam Abu Hanifah-,

akan tetapi menurut Imam Malik, qunut dilakukan pada shalat subuh, dan dengan memelankan bacaan seperti pada madzhab Hanafiyah,

dan qunut dalam madzhab ini dilakukan dengan bacaan pelan meski pada qunut shalat witir yang dilakukan secara berjamaah seperti pada shalat tarawih.

Pendapat ketiga, yaitu pendapat Imam asy-Syafi’i -rahimahullah- bahwa qunut dilakukan setelah ruku’ dengan (suara) bacaan yang dikeraskan (jahr) dalam shalat subuh,

seperti yang dilakukan para penduduk negara kalian (Indonesia)

Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa qunut dilakukan sebelum ruku’ dengan (suara) bacaan yang dipelankan (sirr),

meskipun pada shalat jamaah, sehingga imam shalat melakukan qunut sebelum ruku’ dengan bacaan yang pelan (sirr).

Imam Abu Hanifah dan Imam Malik menggunakan doa qunut yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab -radhiyallahu ‘anhu-

Anak itu tidur… jangan tidur!!

Imam Abu Hanifah dan Imam Malik menggunakan doa qunut yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab -radhiyallahu ‘anhu-

yaitu, Allahumma innaa nasta’inuka wa nastahdiika, wa nastaghfiruka wa natuubu ilaika wa nutsnii ‘alaikalkhoiro kullahu, dan seterusnya seperti yang kalian hafal.

Sedangkan Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad menggunakan doa qunut yang diriwayatkan oleh al-Hasan.

al-Hasan bin ‘Ali -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, “Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengajarkan kepadaku…

kemudian ia menyebutkan doa qunut: Allahummahdinaa fiiman hadaita… Allahummahdinaa fiiman hadaita… dst…”

Dan kedua doa ini baik, kedua doa ini baik dan memiliki landasan riwayatnya.

Baik, mungkin akan ada orang yang berkata, dalil qunut yang dilakukan setelah ruku’ telah kami ketahui, yang mana itu? Yang tadi telah kita sebutkan…

Lalu mana dalil tentang qunut yang dilakukan sebelum ruku’?

Maka jawabannya adalah hadits riwayat Anas dan riwayat Umar.

Hadits riwayat Anas terdapat dalam kitab ash-Shahih, dan akan kita sebutkan.

Dalam ash-Shahih disebutkan, Anas -radhiyallahu ‘anhu- pernah ditanya, “Apakah qunut dilakukan sebelum ruku’ atau setelahnya?”

Dia menjawab, “Sebelum ruku’…”

Kemudian dikatakan kepadanya..

Kamu berani tidur di depanku?

Anas ditanya, “Qunut dilakukan sebelum ruku’ atau setelahnya?” Dia menjawab, “Sebelum ruku..’”

Kemudian dikatakan kepadanya, “Akan tetapi Si Fulan mengatakan kamu berpendapat bahwa qunut dilakukan setelah ruku’..”

Anas menjawab, “Ucapan Si Fulan itu salah (kadzaba)”. Kadzaba berarti ‘salah’ dalam bahasa penduduk Hijaz.

Si Fulan itu salah, karena Rasulullah melakukan qunut…

Alhamdulillah… alhamdulillah…

Yahdiikumullaahu wa yushlihu baalakum..

Anas menjawab, “Ucapan Si Fulan itu salah, karena Rasulullah melakukan qunut…”

Alhamdulillah… amin..

Anas menjawab, “Karena Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- melakukan qunut setelah ruku’ selama satu bulan.”

Yakni Anas berpendapat bahwa qunut dilakukan setelah ruku’ pada saat terdapat musibah (nazilah)

Sebagaimana Rasulullah juga melakukan qunut setelah ruku’ ketika berdoa untuk keburukan Bani Ra’i dan Bani Dzikwan yang telah menentang Allah dan Rasul-Nya.

Adapun selain qunut nazilah, maka dilakukan sebelum ruku’. Demikianlah pendapat Anas.

Anas ditanya, “Qunut dilakukan sebelum ruku’ atau setelahnya?” Dia menjawab, “Sebelum ruku’..”

Kemudian dikatakan kepadanya, “Akan tetapi Si Fulan mengatakan kamu berpendapat bahwa qunut dilakukan setelah ruku’..”

Anas menjawab, “Ucapan Si Fulan itu salah. Karena Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- melakukan qunut setelah ruku’ selama satu bulan.”

Yakni selain daripada itu, Rasulullah melakukan qunut sebelum ruku’.

Kami menyebutkan masalah ini dengan terperinci untuk menjelaskan pendapat-pendapat para ulama dalam perkara ini.

Karena sebagian penuntut ilmu mengingkari syariat melakukan qunut setelah ruku’,

atau mengingkari syariat qunut subuh.

Oh iya, aku lupa untuk menjelaskan

dalam madzhab Malikiyah, mereka melakukan qunut dengan bacaan suara pelan (sirr). Bagaimana itu?

Jika imam shalat telah sampai pada rakaat kedua dan selesai membaca al-Fatihah dan surat setelahnya,

Maka dia akan diam sejenak. Diam beberapa saat.

Diam sejenak untuk membaca doa qunut; Allahumma innaa nasta’iinuka wa nastahdiika.. dan seterusnya. Dia membacanya dengan bacaan pelan. Demikianlah dalam madzhab al-Malikiyah.

Oleh sebab itu, jika kamu shalat di belakang imam yang bermadzhab Maliki ketika kamu berada di Afrika atau Maroko,

maka kamu dapat memperhatikan bahwa imam itu pada rakaat kedua membaca al-Fatihah dan surat setelahnya, kemudian dia diam sejenak.

Mengapa dia diam sejenak? Karena dia ketika itu membaca doa qunut. Ketika itu dia membaca doa qunut.

Kemudian membaca dengan pelan doa yang diriwayatkan Walid dari Umar -radhiyallahu ‘anhu-, Allahumma innaa nasta’inuka wa nastahdika…dst.

Jika imam telah selesai membaca doa qunut, dia mengucapkan ‘Allahu akbar’ kemudian melakukan ruku’.

Adapun di negara yang bermadzhab asy-Syafi’iyah, seperti di Asia Tenggara, Mesir,

dan negara lainnya yang tersebar madzhab Imam asy-Syafi’i; maka kalian akan mendapati mereka melakukan qunut..

Oh benar! Begitu pula di negara Yaman, terlebih lagi di kota Hadramaut- mereka akan membaca doa qunut dengan suara yang dikeraskan (jahr)

Imam shalat mereka akan membaca doa qunut secara jahr setelah ruku’ pada rakaat kedua.

Saya ulangi sekali lagi, mengapa saya menjelaskan permasalahan ini?

Karena sebagian penuntut ilmu yang sempit wawasannya dan sedikit ilmunya, melakukan pengingkaran.

Mengingkari orang yang melakukan qunut setelah ruku’, dan mengatakan bahwa itu adalah bid’ah.

Apakah ada orang yang berpandangan seperti ini di sini? Apakah ada? Apakah ada wahai Abu Abdurrahman?

Dia berpandangan bahwa itu adalah bid’ah. Ini merupakan suatu kebodohannya dan kesempitan wawasannya.

Apakah kamu berani berkata bahwa Imam Malik adalah pelaku bid’ah?

Apakah kamu berani berkata bahwa Imam asy-Syafi’i adalah pelaku bid’ah?

Tidak.

Kemudian ketahuilah, bahwa banyak dari umat ini yang melakukan qunut ini.

Para penduduk kota Madinah, dahulu melakukan qunut seperti ini pada zaman Imam Malik.

Sebagaimana yang kalian ketahui, bahwa amalan para penduduk kota Madinah dikategorikan sebagai dalil dalam madzhab Imam Malik,

karena beliau berpendapat bahwa apa yang diriwayatkan oleh banyak orang dari banyak orang, dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah dalil.

Ini adalah amalan penduduk kota Madinah pada zaman Imam Malik.

Para guru beliau siapa saja mereka? Mereka adalah tabi’uttabi’in (generasi setelah tabi’in).

Jika semua tabi’uttabi’in meriwayatkan tentang suatu amalan dari…

Bukan, bukan. Imam Malik adalah tabi’uttabi’in.

Siapa para guru Imam Malik? Mereka adalah para tabi’in.

Maka jika semua tabi’in meriwayatkan suatu amalan tanpa ada perbedaan pendapat -dan mereka adalah para tabi’in yang ada di Madinah-,

dari para guru mereka yaitu para sahabat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,

dari Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-; maka Imam Malik berpendapat bahwa amalan ini dapat dijadikan sebagai dalil.

Dia berpendapat bahwa dalil ini lebih kuat daripada apa yang diriwayatkan satu orang dari satu orang dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-

Imam Malik berpendapat bahwa apa yang diriwayatkan banyak orang dari banyak orang dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-

lebih diutamakan daripada apa yang diriwayatkan oleh satu orang dari satu orang dari Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-

(Dan qunut ini adalah) amalan yang didapati oleh Imam Malik yang dilakukan oleh para tabi’in di Madinah

yang mereka dapati dari para sahabat.

Apakah kamu berani untuk berkata bahwa ini adalah perkara bid’ah?

Selain itu, Imam asy-Syafi’i yang merupakan imam bagi para penduduk kota Makkah,

Beliau mendapati tabi’uttabi’in mengamalkan qunut ini,

dan para tabi’uttabi’in mendapati para tabi’in mengamalkan qunut ini, dan mereka mendapati para sahabat mengamalkannya.

Maka dari itu wahai para saudaraku, semakin sempit wawasan seorang penuntut ilmu dan semakin sedikit ilmunya,

maka pengingkarannya akan semakin banyak.

Semakin sedikit ilmumu, maka kamu akan semakin banyak melakukan pengingkaran terhadap apa yang dilakukan orang lain,

karena kamu hanya mengetahui satu pendapat saja, sehingga setiap pendapat yang menyelisihi pendapat itu akan kamu ingkari!

Jadi sebabnya adalah karena kamu tidak mengetahui!

Karena kamu jahil!

Ketika kamu tidak mengetahui selain satu pendapat saja, maka kamu akan mengingkari orang yang menyelisihimu!

Dengan mengatakan, “Itu perkara bid’ah dan menyelisihi sunnah!”

Dan jika ditanya, mana yang sesuai sunnah? Maka akan dijawab, sunnah adalah yang aku lakukan!

Apa yang aku lakukan adalah sunnah, sedangkan yang menyelisihi aku adalah bid’ah!

Maka semakin bertambah ilmumu, maka akan semakin luas wawasanmu

dan kamu akan mengetahui bahwa dahulu para sahabat saling berbeda pendapat,

akan tetapi Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengikrarkan dan memaklumi perbedaan mereka.

Beliau pernah bersabda, “Janganlah ada dari kalian yang shalat ashar kecuali di tempat Bani Quraizhah.”

Dan apakah para sahabat berbeda pendapat tentang pelaksanaan perintah Rasulullah tersebut?
Mereka berbeda pendapat.

Sebagian mereka mengatakan, “Rasulullah tidak bermaksud agar kita mendirikan shalat ashar setelah waktunya habis;

namun beliau menginginkan agar kita bergegas untuk pergi ke tempat Bani Quraizhah.”

Maka merekapun shalat di tengah perjalanan.

Sedangkan para sahabat yang lain berpendapat, “Kita tidak akan mendirikan shalat ashar kecuali setelah sampai di tempat Bani Quraizhah.” Sehingga mereka mendirikan shalat ashar di sana setelah shalat maghrib.

Ketika Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- datang dan para sahabat menjelaskan perselisihan mereka, beliau meridhai kedua belah pihak, tanpa mengingkari salah satu dari mereka.

Beliau tidak berkata kepada satu pihak, “Kalian salah” atau berkata kepada pihak yang lain “Kalian salah”.

Suatu hari dua orang sahabat melakukan safar..

Kemudian kehabisan air, sehingga mereka bertayammum dan mendirikan shalat.

Namun setelah itu mereka menemukan air saat waktu shalat masih tersisa.

Salah satu dari mereka berwudhu dengan air itu kemudian berkata, “Waktu shalat masih ada, maka mari kita mengulangi shalat tadi.”

Temannya itu menjawab, “Kita tidak perlu mengulangi shalat; mengapa kita harus mengulangi shalat, kita telah melakukan sesuai apa yang diperintahkan.

Allah memerintahkan kita bertayammum jika tidak memiliki air, dan kita telah melakukan perintah Allah ini. Aku tidak akan mengulangi shalatku.”

Sedangkan temannya mengulangi shalatnya.

Ketika mereka telah pulang, mereka mendatangi Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan menceritakan apa yang mereka perselisihkan.

Maka beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalat,

“Kamu telah berbuat sesuai sunnah, dan shalat yang kamu lakukan telah cukup bagimu.”

Kemudian beliau bersabda kepada orang yang mengulangi shalatnya, “Bagimu dua pahala shalat.”

Apakah Rasulullah mengingkari mereka berdua? Tidak.

Atau apakah Rasulullah mengingkari salah satu dari mereka? Tidak.

Minuman ini memakai gula atau madu? Madu? Bagus.

Beliau bersabda, “Kamu telah berbuat sesuai sunnah, dan shalat yang kamu lakukan telah cukup bagimu.”

Dan beliau bersabda kepada yang lain, “Bagimu dua pahala shalat.”

Rasulullah tidak mengingkari apa yang telah mereka berdua lakukan.

Jika kamu membaca kitab al-Mushannaf yang ditulis Ibnu Abi Syaibah

yang merupakan kitab agung yang menghimpun fiqih para sahabat -radhiyallahu ‘anhum-.

Kami telah membacanya atau membaca sebagian besarnya, yaitu 12 jilidnya atau setengahnya.

Kami membacanya di hadapan syeikh kami, asy-Syeikh al-Arkaniy -rahimahullah wa ghafara lahu-,

ketika kami sampai pada jilid ke-12, beliau wafat.

Beliau adalah teman seperguruan dengan syeikh kita ini; karena asy-Syeikh telah membaca Shahih Muslim pada al-Bilyawi,

dan asy-Syeikh al-Arkaniy juga membaca Shahih Muslim pada asy-Syeikh al-Bilyawi

dan membaca Shahih al-Bukhari pada Husain Ahmad al-Madaniy -rahimahullah-.

Ketika kami membaca pada beliau kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, kami mendapati hal menakjubkan di dalamnya..

Sebagaimana telah saya katakan, Ibnu Abi Syaibah telah menulis kitab agung yang menghimpun fiqih para sahabat,

sehingga kamu akan mendapati Ibnu Abi Syaibah menyebutkan fatwa-fatwa para sahabat dengan sanadnya,

dan hampir tidak ada satupun permasalahan melainkan para sahabat memiliki pendapat yang berbeda-beda di dalamnya.

Satu sahabat mengamalkan suatu pendapat, dan sahabat yang lain mengamalkan pendapat yang berbeda..

Padahal mereka semua tinggal di satu negeri, namun sahabat yang satu memaklumi perbedaan sahabat yang lain..

Sahabat yang satu tidak menyalahkan sahabat yang lain..

Sahabat yang satu tidak mengingkari sahabat yang lain, dan begitu pula sebaliknya..

Demikianlah yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,

dan itulah yang dilakukan oleh para tabi’in dan yang dilakukan para tabi’uttabi’in.

Sehingga inilah sikap para salaf dalam menyikapi perbedaan di antara mereka

Kemudian kamu datang dengan berkata, “Perkara ini bid’ah!”. Padahal mereka memiliki dalil,

baik itu dalam hal qunut yang terikat dengan waktu tertentu atau secara mutlak.

Akan tetapi, bagaimanapun Rasulullah juga pernah melakukan qunut subuh..

Sehingga mereka memiliki dalil dalam hal ini..

Kemudian kamu datang dan berkata, “Perkara ini bid’ah!”

Sungguh yang seperti ini tidak layak dilakukan, kerena itu menunjukkan bahwa kamu adalah orang bodoh.

Dikisahkan bahwa al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi -Tidak mengapa aku keluar sedikit dari pembahasan, dan nanti kita kembali lagi-

Al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi; kalian mengetahuinya?

Dia adalah ulama yang menetapkan kaidah-kaidah buhur asy-Syi’ri (kaidah penetapan nada pada syair arab).

Kalian mengetahui buhur asy-Syi’ri?

Kalian mempelajari ilmu ‘arudh atau tidak? Tidak?

Kalau begitu bagaimana kalian akan membuat syair arab? Kalian tidak dapat membuat syair arab?

Tidak juga. Lalu apakah kalian dapat menikmati indahnya syair arab?

Bahkan untuk merasakan keindahannya pun tidak?

Kalau begitu kalian tidak mengetahui bahasa arab!

Kalian harus mempelajari bahasa arab

Aku sampaikan ini bukan karena bertasa’assub kepada orang arab, bukan wahai saudaraku..

Akan tetapi al-Qur’an berbahasa arab,

Nabi kita orang arab -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,

dan hadits Nabi berbahasa arab..

Kamu tidak akan dapat memahami al-Qur’an dan as-Sunnah kecuali dengan bahasa arab..

Kitab-kitab ilmu seluruhnya atau mayoritasnya berbahasa arab..

Kitab-kitab penjelasan hadits-hadits, kitab-kitab fiqih, kitab-kitab tafsir, semuanya berbahasa arab.

Jika kamu tidak memahami bahasa arab, maka bagaimana kalian akan memahami dan membaca kitab-kitab itu?

Ala kulli hal, al-Khalil bin Ahmad adalah orang yang meletakkan kaidah buhur asy-syi’ri..

Karena pada awalnya orang arab dapat membuat syair dan mengetahui nadanya tanpa membutuhkan kaidah,

sebagaimana mereka dapat berbicara tanpa mengalami kesalahan.

Namun ketika orang-orang selain arab masuk Islam, mereka merusak bahasa orang arab; maka para ulama merasa perlu untuk meletakkan kaidah bahasa arab..

Maka dibuatlah kaidah nahwu dan sharaf; dan demikian pula dengan buhur asy-Syi’ri.

Al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi suatu hari duduk di rumahnya untuk meletakkan kaidah buhur asy-Syi’ri dan memotong-motong kalimat pada syair.

Kemudian anaknya masuk menghampirinya. Dan anaknya adalah orang yang jahil dan tidak berilmu.

Anaknya masuk dan mendapati ayahnya di dalam ruangan dengan mengulang-ulang kalimat
‘مُفَاعَلَةٌ مُفَاعَلَةٌ فَعُوْلُ’

Dan kalimat ini merupakan salah satu nada pada syair arab.

Anaknya melihat padanya dengan penuh kekhawatiran,

sehingga ia pergi menemui ibunya seraya berkata, “Wahai Ibuku, tolonglah ayah, sepertinya dia sudah gila,

dia duduk sendirian dan mengulang-ulang,
‘مُفَاعَلَةٌ مُفَاعَلَةٌ فَعُوْلُ’

dia telah gila, maka tolonglah dia wahai Ibu..”

Al-Khalil mendengar ucapan anaknya,

sehingga ia berkata kepadanya, “Seandainya kamu mengetahui apa yang aku katakan, niscaya kamu akan memaklumiku,

atau seandainya aku mengetahui apa yang kamu katakan niscaya aku akan mencelamu…”

Makna “عَذَرْتَنِيْ” yakni memaklumi, sedangkan makna “عَذَلْتَنِيْ” yakni mencela.

Al-Khalil berkata kepada anaknya, “Seandainya kamu mengetahui apa yang aku katakan, niscaya kamu akan memaklumiku,

atau seandainya aku mengetahui apa yang kamu katakan niscaya aku akan mencelamu

Akan tetapi kamu tidak mengetahui apa yang aku katakan, sehingga kamu mencelaku;

dan aku mengetahui kalau kamu tidak memahami perkataanku, sehingga aku memaklumimu.”

“Seandainya kamu mengetahui apa yang aku katakan, niscaya kamu akan memaklumiku,

atau seandainya aku mengetahui apa yang kamu katakan niscaya aku akan mencelamu.” Yakni niscaya aku akan mengolok dan menghukummu karena telah mengatakan ayahmu menjadi gila.

“Seandainya kamu mengetahui apa yang aku katakan, niscaya kamu akan memaklumiku, atau seandainya aku mengetahui apa yang kamu katakan niscaya aku akan mencelamu.

Akan tetapi kamu tidak mengetahui apa yang aku katakan, sehingga kamu mencelaku; dan aku mengetahui kalau kamu tidak memahami perkataanku, sehingga aku memaklumimu.”

Demikianlah orang yang bodoh; dia akan menganggap orang berakal sebagai orang gila.

Maka jika ada orang bodoh yang tidak mengetahui dalam suatu permasalahan fiqih kecuali satu pendapat,

kemudian mendapati ada orang yang menyelisihinya; niscaya dia akan mengingkarinya.

Dia akan berkata, “Yang dia lakukan itu menyelisihi sunnah!”

Padahal hal itu tidak menyelisihi sunnah, namun menyelisihi akalmu saja..

Oleh sebab itu wahai saudaraku, semakin bertambah ilmu seseorang maka wawasannya akan semakin luas dan pengingkarannya akan semakin sedikit.

Semakin luas wawasanmu, maka pengingkaranmu terhadap orang lain akan semakin sedikit..

Kamu tidak lagi banyak mengingkari, karena mengetahui bahwa suatu pendapat itu bersumber dari para salaf, dan pendapat lain juga bersumber dari para salaf.

Kedua pendapat bersumber dari para salaf. Pendapat ini memiliki dalil, dan pendapat lain juga memiliki dalil.

Dan keduanya akan mendapat pahala -biidznillah ‘Azza wa Jalla-

Oleh sebab itu, tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh, karena ilmu akan mengangkat kebodohan,

dan jika kebodohan telah diangkat dari seseorang, maka pengingkarannya terhadap orang lain akan menjadi sedikit. Wallahu Ta’ala a’lam..

===

وَخِلَافُهُ هَلِ الْقُنُوْتُ بَاقٍ أَوْ أَنَّهُ كَانَ فَقَطْ لِلنَّوَازِلِ

فّأَكْثَرُ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ هَذَا الْقُنُوْتَ كَانَ لِلنَّوَازِلِ

وَمِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ مَنْ يَرَى أَنَّ هَذَا مُطْلَقٌ وَهُوَ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللهُ وَقَوْلُ مَالِكٍ

قَوْلُ مَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ

إِذْ أَنَّ مَالِكاً وَالشَّافِعِيَّ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمَا ذَهَبَا إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِنْ صَلَاةِ الْفَجْرِ كَمَا فِي هَذَا الْحَدِيْثِ

لَكِنَّ الْخِلَافَ بَيْنَهُمَا هَلْ الْقُنُوْتُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ أَوْ بَعْدَهُ

فَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ جَهْراً كَمَا فِي هَذَا الْحَدِيْثِ

وَذَهَبَ مَالِكٌ إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ قَبْلَ الرُّكُوْعِ سِرًّا

وَذَهَبَ أَبُو حَنِيْفَةَ وَأَحْمَدُ رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِمَا إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ فِي الْوِتْرِ

لَكِنَّهُمَا اخْتَلَفَ هَلْ هُوَ قَبْلَ الرُّكُوْعِ أَوْ بَعْدَ الرُّكُوْعِ

فَذَهَبَ أَبُو حَنِيْفَةَ رَحِمَهُ اللهُ إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ قَبْلَ الرُّكُوْعِ كَمَالِكٍ

وَذَهَبَ أَحْمَدُ إِلَى أَنَّ الرُّكُوْعَ أَنَّ الْقُنُوْتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ كَالشَّافِعِيِّ

إِذًا ذَهَبَ مَالِكٌ وَأَبُو حَنِيْفَةَ إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ قَبْلَ الرُّكُوْعِ

وَذَهَبَ أَحْمَدُ وَالشَّافِعِيُّ إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ

وَذَهَبَ أَبُو حَنِيْفَةَ وَأَحْمَدُ إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ فِي الْوِتْرِ

وَذَهَبَ الشَّافِعِيُّ وَمَالِكٌ إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ فِي الْفَجْرِ

إِذًا كَمْ قَوْلًا صَارَ عِنْدَنَا؟ أَرْبَعَةُ أَقْوَالٍ أَرْبَعَةُ أَقْوَالٍ

الأَوَّلُ قَوْلُ الإِمَامِ أَبِي حَنِيْفَةَ رَحِمَهُ اللهُ أَنَّ الْقُنُوْتَ فِي الْوِتْرِ قَبْلَ الرُّكُوْعِ سِرًّا حَتَّى فِي التَّرَاوِيْحِ

سِرًّا حَتَّى فِي التَّرَاوِيْحِ

الْقَوْلُ الثَّانِيْ قَوْلُ مَالِكٍ

مِثْلَ أَبِي حَنِيْفَةَ فِي جَانِبٍ

وَهُوَ أَنَّ الْقُنُوْتَ قَبْلَ الرُّكُوْعِ وَافَقَ الإِمَامَ أَبِي حَنِيْفَةَ

لَكِنَّهُ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ وَسِرًّا كَالْحَنَفِيَّةِ

الْقُنُوْتُ عِنْدَهُمْ سِرًّا حَتَّى وَلَوْ صُلِّيَتْ حَتَّى وَلَوْ صُلِّيَ الْوِتْرُ جَمَاعَةً كَالتَّرَاوِيْحِ سِرًّا

الْقَوْلُ الثَّالِثُ قَوْلُ الشَّافِعِيِّ رَحِمَهُ اللهُ أَنَّ الْقُنُوْتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ جَهْرًا فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ

كَمَا يَفْعَلُ أَهْلُ بِلَادِكُمْ

وَذَهَبَ مَالِكٌ إِلَى أَنَّ الْقُنُوْتَ قَبْلَ الرُّكُوْعِ سِرًّا

حَتَّى لَوْ كَانَتْ صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ يَقْنُتُ الْإِمَامُ سِرًّا قَبْلَ الرُّكُوُعِ

وَأَخَذَ أَبُو حَنِيْفَةَ وَمَالِكٌ بِقُنُوْتِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ

نَامَ الْغُلَيِّمُ لَا تَنَمْ

أَخَذَ مَالِكٌ وَأَبُوْ حَنِيْفَةَ بِقُنُوْتِ عُمَرَ

وَهُوَ اللّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَهْدِيْكَ وَنَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ إِلَيْكَ وَنُثْنِيْ عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ الدُّعَاءُ تَحْفَظُوْنَهُ

وَأَخَذَ الشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ بِقُنُوْتِ الْحَسَنِ

الحَسَنِ ابْنِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا الَّذِيْ قَالَ عَلَّمَنِيْ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ ذَكَرَ دُعَاءَ الْقُنُوْتِ

وَهُوَ اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ

وَفِيْ كُلٍّ خَيْرٌ وَفِيْ كُلٍّ خَيْرٌ كُلُّهُ وَارِدٌ

طَيِّبٌ قَدْ يَقُوْلُ قَائِلٌ دَلِيْلُ الْقُنُوْتِ بَعْدَ الرُّكُوْعِ عَرَفْنَاهَا أَيْنَ هُو؟ هَذَا

أَيْنَ الدَّلِيْلُ عَلَى الْقُنُوْتِ قَبْلَ الرُّكُوْعِ؟

نَقُوْلُ حَدِيْثُ أَنَسٍ وَحَدِيْثُ عُمَرَ

حَدِيْثُ أَنَسٍ فِي الصَّحِيْحِ سَيَأْتِيْ مَعَنَا

فِي الصَّحِيْحِ سُئِلَ أَنَسٌ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ هَلِ الْقُنُوْتُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ أَوْ بَعْدَهُ

قَالَ قَبْلَ الرُّكُوْعِ

فَقِيْلَ لَهُ

تَنَامُ أَنْتَ أَمَامِيْ

قَالَ الْقُنُوْتُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ أَوْ بَعْدَهُ قَالَ قَبْلَ الرُّكُوْعِ

قَالَ فَإِنَّ فُلَاناً يَزْعُمُ أَنَّكَ قُلْتَ أَنَّ الْقُنُوْتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ

قَالَ كَذَبَ فُلَانٌ كَذَبَ يَعْنِي أَخْطَأَ بِلُغَةِ أَهْلِ الْحِجَازِ

كَذَبَ فُلَانٌ إِنَّمَا قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ

الْحَمْدُ للهِ الْحَمْدُ للهِ

يَهْدِيْكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ

قَالَ كَذَبَ فُلَانٌ إِنَّمَا قَنَتَ

الْحَمْدُ للهِ آمِيْن

قَالَ إِنَّمَا قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ شَهْراً

يَعْنِيْ كَانَ يَرَى أَنَسٌ أَنَّ الْقُنُوْتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ لِلنَّوَازِلِ

كَمَا قَنَتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ حِيْنَ دَعَا عَلَى رَعْلٍ وَذِكْوَانَ عُصَيَّة عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ

أَمَّا لِغَيْرِ النَّوَازِلِ فَالْقُنُوْتُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ هَكَذَا يَرَى أَنَسٌ

قَالَ قِيْلَ لَهُ الْقُنُوْتُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ أَوْ بَعْدَهُ قَالَ قَبْلَ الرُّكُوْعِ

قَالَ فَإِنَّ فُلَانًا يَزْعُمُ أَنَّكَ قُلْتَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ

قَالَ كَذَبَ فُلَانٌ إِنَّمَا قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الرُّكُوْعِ شَهْرًا

يَعْنِيْ فِي غَيْرِ ذَلِكَ كَانَ قُنُوْتُهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ

ذَكَرْنَا هَذَا التَّفْصِيْلَ لِنُبَيِّنَ أَقْوَالَ أَهْلِ الْعِلْمِ فِي الْمَسْأَلَةِ

فَإِنَّ بَعْضَ طَلَبَةِ الْعِلْمِ يُنْكِرُ عَلَى الْقُنُوْتِ بَعْدَ الرُّكُوْعِ

أَوْ يُنْكِرُ عَلَى الْقُنُوْتِ فَجْرًا

نَعَمْ نَسِيْتُ أَنْ أَقُوْلَ

عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ يَقْنُتُوْنَ سِرًّا… كَيْفَ؟

الْإِمَامُ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ إِذَا انْتَهَى مِنَ الْفَاتِحَةِ وَانْتَهَى مِنَ السُّوْرَةِ

يَسْكُتُ هُنَيْهَةً يَسْكُتُ هُنَيْهَةً يَعْنِيْ لَحْظَةً

وَيَقْرَأُ دُعَاءَ الْقُنُوْتِ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَهْدِيْكَ يَقْرَأُهُ سِرًّا هَكَذَا عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ

وَلِذَلِكَ إِذَا صَلَّيْتَ خَلْفَ مَالِكِيٍّ إِذَا كُنْتَ فِي إِفْرِيْقِيَا أَوْ فِي الْمَغْرِبِ

تُلَاحِظُ هَذَا الْإِمَامُ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ يَقْرَأُ الْفَاتِحَةَ ثُمَّ يَقْرَأُ السُّوْرَةَ وَيَسْكُتُ

لِمَاذَا يَسْكُتُ؟ لِأَنَّهُ الْآنَ هُوَ يَقْرَأُ دُعَاءَ الْقُنُوْتِ هُوَ الْآنَ يَقْرَأُ دُعَاءَ الْقُنُوْتِ

عَنْ وَالِد عَنْ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِيْنُكَ وَنَسْتَهْدِيْكَ سِرًّا

فَإَذَا انْتَهَى قَالَ اللهُ أَكْبَرُ وَرَكَعَ قَالَ اللهُ أَكْبَرُ وَرَكَعَ

وَفِي الْبِلَادِ الشَّافِعِيَّةِ كَجَنُوْبِ شَرْقِ آسِيَا وَفِيْ مِصْرَ

وَفِي الْبِلَادِ الَّتِي يَنْتَشِرُ فِيْهَا مَذْهَبُ الْإِمَامِ الشَّافِعِيِّ تَجِدُوْنَهُ يَقْنُتُوْنَ

فِي الْيَمَنِ كَذَلِكَ خَاصَّةً فِي حَضْرَمَوْت يَقْنُتُوْنَ جَهْرًا

الْإِمَامُ يَقْنُتُ جَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوْعِ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ

أَعُوْدُ فَأَقُوْلُ لِمَاذَا أَنَا أَقُوْلُ هَذَا

لِأَنَّ بَعْضَ مَنْ ضَاقَ أُفُقُهُ مِنْ طَلَبَةِ الْعِلْمِ وَقَلَّ عِلْمُهُ يُنْكِرُ

يُنْكِرُ عَلَى مَنْ يَقْنُتُ بَعْدَ الرُّكُوْعِ يَقُوْلُ هَذِهِ بِدْعَةٌ

يُوْجَدُ هَذَا يُوْجَدُ عِنْدَكُمْ يُوْجَدُ يُوْجَدُ أَبُوْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ

يَقُوْلُ هَذِهِ بِدْعَةٌ هَذَا جَهْلٌ مِنْهُ وَضِيْقُ أُفُقٍ

أَتَجْرُأُ أَنْ تَقُوْلَ أَنْ مَالِكاً مُبْتَدِعٌ؟

أَتَجْرُأُ أَنْ تَقُوْلَ أَنَّ الشَّافِعِيَّ مُبْتَدِعٌ؟

لَا

ثُمَّ اعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ كَانَتْ تَفْعَلُ ذَلِكَ مِنَ الْأُمَّةِ جَمَاعَاتٌ

أَهْلُ الْمَدِيْنَةِ كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ ذَلِكَ فِي زَمَنٍ فِي زَمَنِ مَالِكٍ

وَتَعْلَمُوْنَ عَمَلَ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ عَنْدَ مَالِكٍ حُجَّةٌ

لِأَنَّهُ يَرَى مَا نَقَلَهُ الْكَافَّةُ عَنِ الْكَافَّةِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حُجَّةٌ

عَمَلُ أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ فِي زَمَنِهِ

شُيُوْخُهُ مَنْ هُمْ؟ أَتْبَاعُ التَّابِعِيْنَ

فَإِذَا نَقَلَ أَتْبَاعُ التَّابِعِيْنَ كُلُّهُمْ عَمَلاً عَنْ

لَا لَيْسَ هُوَ مِنْ أَتْبَاعِ التَّابِعِيْنَ

شُيُوْخُهُ مَنْ هُمْ؟ التَّابِعُوْنَ

فَإِذَا كَانَ التَّابِعُوْنَ كُلُّهُمْ نَقَلُوْا عَمَلاً بِاتِّفَاقِ وَهُمْ تَابِعُوْا أَهْلِ الْمَدِيْنَةِ

عَنْ شُيُوْخِهِمْ وَهُمْ أَصْحَابُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّ مَالِكاً يَرَى هَذَا حُجَّةٌ

يَقُوْلُ هَذَا أَقْوَى مِنْ أَنْ يَقُوْلَهُ وَاحِدٌ عَنْ وَاحِدٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

مَا نَقَلَهُ الْكَافَّةُ عَنِ الْكَافَّةِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ مَالِكٌ

يُقَدَّمُ عَلَى مَا نَقَلَهُ الْوَاحِدُ عَنِ الْوَاحِدِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

فَعَمَلٌ أَدْرَكَ الْإِمَامُ مَالِكٌ التَّابِعِيْنَ يَفْعَلُوْنَ ذَلِكَ فِي الْمَدِيْنَةِ

وَيَرْفَعُوْنَهُ إِلَى الصَّحَابَةِ

تَجْرُأُ أَنْتَ أَنْ تَقُوْلَ هَذَا أَمْرٌ مُبْتَدِعٌ

ثُمَّ الشَّافِعِيُّ وَهُوَ إِمَامُ أَهْلِ مَكَّةَ

وَأَدْرَكَ أَتْبَاعَ التَّابِعِيْنَ عَلَيْهِ

وَهُمْ أَدْرَكُوْا التَّابِعِيْنَ عَلَيْهِ وَهُمْ أَدْرَكُوا الصَّحَابَةَ

وَلِذَلِكَ يَا إِخْوَانُ كُلَّمَا ضَاقَ أُفُقُ الطَّالِبِ وَقَلَّ عِلْمُهُ

كَثُرَ نَكِيْرُهُ

كُلَّمَا قَلَّ عِلْمُكَ كَثُرَ إِنْكَارُكَ عَلَى النَّاسِ

لِأَنَّكَ لَا تَعْرِفُ إِلَّا قَوْلًا وَاحِدًا فَكُلُّ قَوْلٍ يُخَالِفُ هَذَا الْقَوْلَ تُنْكِرُهُ

وَالسَّبَبُ مَا هُوَ أَنَّكَ جَاهِلٌ

أَنَّكَ جَاهِلٌ

فَلَمَّا كُنْتَ جَاهِلًا لَا تَعْرِفُ إِلَّا إِلَّا قَوْلًا وَاحِدًا تُنْكِرُ عَلَى الْمُخَالِفِ

تَقُوْلُ هَذَا مُبْتَدِعٌ خَالَفَ السُّنَّةَ

أَيْنَ السُّنَّةُ؟ السُّنَّةُ مَا أَنَا عَلَيْهِ

مَا أَنَا عَلَيْهِ سُنَّةٌ وَمَا خَالَفَنِيْ بِدْعَةٌ

وَكُلَّمَا اتَّسَعَ أُفُقُكَ كُلَّمَا زَادَ كُلَّمَا زَادَ عِلْمُكَ اِتَّسَعَ أُفُقُكَ

وَعَلِمْتَ أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانُوْا يَخْتَلِفُوْنَ

وَالنَّبِيُّ يُقِرُّهُمْ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى خِلَافِهِمْ

قَالَ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ إِلَّا فِي بَنِيْ قُرَيْظَةَ

اِخْتَلَفُوْا فِي تَطْبِيْقِ الْأَمْرِ؟ اخْتَلَفُوْا

بَعْضُهُمْ قَالُوْا هُوَ مَا أَدْرَكَ مَا أَرَادَ مِنَّا أَنْ نُخْرِجَ الصَّلَاةَ عَنْ وَقْتِهَا

إِنَّمَا أَرَادَ مِنَّا أَنْ نُسْرِعَ

فَصَلُّوْا فِي الطَّرِيْقِ

وَبَعْضُهُمْ قَالَ لَا نُصَلِّيْ إِلَّا فِي بَنِيْ قُرَيْظَةَ فَيُصَلُّوْا الْعَصْرَ بَعْدَ الْمَغْرِبِ

فَلَمَّا جَاءَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَرَضُوْا عَلَيْهِ أَقَرَّ الْفَرِيْقَيْنِ مَا أَنْكَرَ عَلَى أَحَدٍ

مَا قَالَ لِهَؤُلَاءِ أَخْطَأْتُمْ وَلَا قَالَ لِهَؤُلَاءِ أَخْطَأْتُمْ

خَرَجَ رَجُلَانِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ

وَفَقَدُوْا الْمَاءَ فَتَيَمَّمُوْا وَصَلُّوْا فَتَيَمَّمَا وَصَلَّيَا

ثُمَّ وَجَدَ الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ وَجَدَ الْمَاءَ فِي الْوَقْتِ

فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَتَوَضَّأَ قَالَ الْوَقْتُ بَاقٍ نُعِيْدُ الصَّلَاةَ

فَقَالَ الْآخَرُ مَا نُعِيْدُ لِأَيْ شَيْءٍ نُعِيْدُ نَحْنُ أُمِرْنَا فَامْتَثَلْنَا

اللهُ أَمَرَنَا قَالَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاءً فَتَيَمَّمُوا فَامْتَثَلْنَا مَا أُعِيْدُ

الثَّانِي أَعَادَ

عَادُوْا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَخْبَرُوْهُ

فَقَالَ لِلَّذِيْ لَمْ يُعِدْ

أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ

وَقَالَ لِلَّذِيْ أَعَادَ لَكَ الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ

أَنْكَرَ عَلَيْهِمَا؟ لَا

أَنْكَرَ عَلَى أَحَدِهِمَا؟ لَا

هَذَا فِيْهِ سُكَّرٌ أَوْ عَسَلٌ؟ عَسَلٌ جَيِّدٌ

أَصَبْتَ السُّنَّةَ وَقَالَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ

قَالَ لَكَ الْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ

مَا أَنْكَرَ عَلَى أَحَدِهِمَا

وَلَوْ قَرَأْتَ الْمُصَنَّفَ لِابْنِ أَبِيْ شَيْبَةَ

وَهَذَا كِتَابٌ عَظِيْمٌ دِيْوَانٌ عَظِيْمٌ جَمَعَ فِقْهَ الصَّحَابَةِ فِقْهَ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ

قَرَأْنَاهُ أَوْ قَرَأْنَا أَكْثَرَهُ اِثْنَيْ عَشَرَ مُجَلَّدًا مِنْهُ يَعْنِيْ نِصْفَهُ

عَلَى شَيْخِنَا الشَّيْخِ رَحْمَةِ اللهِ الْأَرْكَانِيِّ رَحِمَهُ اللهُ وَغَفَرَ لَهُ

وَنَحْنُ فِي الْمُجَلَّدِ الثَّانِيْ عَشَرَ تُوُفِّيَ

وَهُوَ مِنْ أَقْرَانِ شَيْخِنَا مِنْ أَقْرَانِ الشَّيْخِ كَمَا أَنَّ الشَّيْخَ قَرَأَ مُسْلِماً عَلَى الْبِلْيَاوِيْ

هُوَ قَرَأَ عَلَى الْبِلْيَاوِيْ مُسْلِماً

وَقَرَأَ الْبُخَارِيَّ عَلَى حُسَيْنِ أَحْمَدَ الْمَدَنِيِّ رَحِمَهُ اللهُ

فَلَمَّا قَرَأْنَا عَلَيْهِ مُصَنَّفَ ابْنِ أَبِيْ شَيْبَةَ وَجَدْنَا عَجَبًا

كَمَا قُلْتُ مُصَنَّفَ ابْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ كِتَابٌ عَظِيْمٌ دِيْوَانُ فِقْهِ الصَّحَابَةِ

فَتَجِدُ ابْنَ أَبِيْ شَيْبَةَ يَذْكُرُ بِأَسَانِيْدِهِ فَتَاوَى الصَّحَابَةِ

لَا تَكَادُ تَجِدُ مَسْأَلَةً إِلَّا وَلِلصَّحَابَةِ فِيْهَا أَقْوَالٌ

هَذَا يَعْمَلُ بِقَوْلٍ وَهَذَا يَعْمَلُ بِقَوْلٍ

وَكُلٌّ فِيْ مَكَانٍ وَاحِدٍ هَذَا يَعْذُرُ هَذَا وَهَذَا يَعْذُرُ هَذَا

هَذَا لَا يُثَرِّبُ عَلَى هَذَا وَهَذَا لَا يُثَرِّبُ عَلَى هَذَا

هَذَا لَا يُنْكِرُ عَلَيْهِ وَهَذَا لَا يُنْكِرُ عَلَيْهِ

هَذَا فِعلُ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

وَهَذَا فِعْلُ التَّابِعِيْنَ بَعْدَهُمْ وَهَذَا فِعْلُ أَتْبَاعِ التَّابِعِيْنَ بَعْدَهُمْ

فَأَمْرٌ دَرَجَ عَلَيْهِ السَّلَفُ

1تَأْتِيْ أَنْتَ تَقُوْلُ هَذَا أَمْرٌ مُبْتَدِعٌ وَلَهُمْ أَدِلَّةٌ

سَوَاءً كَانَتْ مُقَيَّدَةً بِوَقْتٍ أَوْ مُطْلَقَةً

لَكِنْ قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْدَ الْفَجْرِ

لَهُمْ أَدِلَّةٌ

فَتَأْتِيْ أَنْتَ تَقُوْلُ هَذَا أَمْرٌ مُبْتَدِعٌ؟

مَا يَنْبَغِيْ هَذَا، هَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّكَ جَاهِلٌ

قَالُوْا أَنَّ الْخَلِيْلَ بْنَ أَحْمَدَ الْفَرَاهِيْدِيِّ مَعْلَيْش أَخْرُجُ قَلِيْلاً مِنَ الْمَوْضُوْعِ ثُمَّ أَرْجِعُ

الْخَلِيْلُ بْنُ أَحْمَدَ الْفَرَاهِيْدِيِّ تَعْرِفُوْنَهُ؟

الَّذِيْ وَضَعَ بُحُوْرَ الْعِلْمِ الَّذِيْ وَضَعَ بُحُوْرَ الشِّعْرِ الَّذِيْ وَضَعَ بُحُوْرَ الشِّعْرِ

تَعْرِفُوْنَ بُحُوْرَ الشِّعْرِ؟

دَرَسْتُمُ الْعَرُوْضَ أَوْ مَا دَرَسْتُمُ الْعَرُوْضَ؟ مَا دَرَسْتُمْ عِلْمَ الْعَرُوْضِ

كَيْفَ تَقُوْلُوْنَ الشِّعْرَ إِذًا؟ أَوْ لَا تَقُوْلُوْنَ الشِّعْرَ؟

طَيِّبٌ مَا تَقُوْلُوْنَ. تَتَذَوَّقُوْنَهُ؟

حَتَّى ….. مَا تَتَذَوَّقُوْنَهُ؟

مَا عَرَفْتُمُ الْعَرَبِيَّةَ إِذًا

لَا بُدَّ أَنْ تَتَعَلَّمُوا الْعَرَبِيَّةَ

لَيْسَ تَعَصُّبًا لِلْعَرَبِ يَا إِخْوَانُ

لَكِنَّ اْلقُرْآنَ عَرَبِيٌّ

وَنَبِيَّنَا عَرَبِيٌّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

وَالْحَدِيْثَ عَرَبِيٌّ

وَأَنْتَ لَنْ تَفْهَمَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ إِلَّا بِلُغَةِ الْعَرَبِ

وَكُتُبُ الْعِلْمِ كُلُّهَا بِاللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ أَوْ جُلُّهَا أَوْ أَكْثَرُهَا

كُتُبُ شُرُوْحِ الْأَحَادِيْثِ كُتُبُ الْفِقْهِ كُتُبُ التَّفْسِيْرِ كُلُّهَا بِاللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ

فَأَنْتَ إِذَا كُنْتَ لَا تَعْرِفُ الْعَرَبِيَّةَ كَيْفَ تَفْهَمُ هَذِهِ؟ كَيْفَ تَقْرَأُهَا؟

الْمُهِمُّ الْخَلِيْلُ بْنُ أَحْمَدَ هَذَا هُوَ وَاضِعُ بُحُوْرِ الشِّعْرِ

لِأَنَّ الْعَرَبَ تَقُوْلُ شِعْرًا لَكِنْ تَقُوْلُهَا وَتَعْرِفُ بُحُوْرَهَا دُوْنَ قَوَاعِدَ

كَمَا أَنَّهَا تَتَكَلَّمُ دُوْنَ أَنْ تَلْحَنَ

فَلَمَّا دَخَلَ أَعَاجِمُ وَأَفْسَدُوْا لُغَةَ الْعَرَبِ اِحْتَاجَ الْعُلَمَاءُ إِلَى وَضْعِ قَوَاعِدَ اللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ

فَجُمِعَتْ قَوَاعِدَ النَّحْوِ وَالصَّرْفِ هَكَذَا بُحُوْرُ الشِّعْرِ

فَكَانَ الْخَلِيْلُ بْنُ أَحْمَدَ الْفَرَاهِيْدِيّ يَجْلِسُ فِي بَيْتِهِ وَيَضَعُ بُحُوْرَ الشِّعْرِ وَيُقَيِّدُهَا وَيُقَطِّعُ الشِّعْرَ

فَدَخَلَ عَلَيْهِ ابْنُهُ وَكَانَ ابْنُهُ أَحْمَقُ كَانَ ابْنُهُ أَحْمَقُ أَبْلَةٌ

دَخَلَ فَوَجَدَ أَبَاهُ فِيْ غُرْفَةٍ وَهُوَ يَقُوْلُ مُفَاعَلَةٌ مُفَاعَلَةٌ فَعُوْلُ

هَذِهِ مِنْ بُحُوْرِ الشِّعْرِ مُتفَاعِلٌ

نَظَرَ إِلَى أَبِيْهِ خَافَ عَلَيْهِ

ذَهَبَ إِلَى أُمِّهِ قَالَ يَا أُمَّاه أَدْرِكِيْ أَبِيْ فَقَدْ جُنَّ

جَالِسٌ وَحْدَهُ يُكَلِّمُ نَفْسَهُ هُوَ يَقُوْلُ مُفَاعَلَةٌ مُفَاعَلَةٌ فَعُوْلُ

جُنَّ أَبِيْ أَدْرِكِيْهِ

سَمِعَ أَبُوْهُ

فَقَالَ لَوْ كُنْتَ تَعْلَمُ مَا أَقُوْلُ عَذَرْتَنِيْ

أَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ مَا تَقُوْلُ عَذَلْتُكَ

عَذَلْتُكَ لُمْتُكَ عَذَرْتَنِيْ يَعْنِيْ تَعْذُرُنِيْ مِنَ الْعُذْرِ وَعَذَلْتَنِيْ مِنَ اللَّوْمِ

قَالَ لَوْ كُنْتَ تَعْلَمُ مَا أَقُوْلُ عَذَرْتَنِيْ

أَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ مَا تَقُوْلُ عَذَلْتُكَ

لَكِنْ جَهِلْتَ مَقَالَتِيْ فَعَذَلْتَنِيْ

وَعَلِمْتُ أَنَّكَ جَاهِلٌ فَعَذَرْتُكَ

لَوْ كُنْتَ تَعْلَمُ مَا أَقُوْلُ عَذَرْتَنِيْ

أَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ مَا تَقُوْلُ عَذَلْتُكَ يَعْنِيْ لُمْتُكَ وَعَاقَبْتُكَ لِأَنَّكَ تَقُوْلُ عَلَى أَبِيْكَ مَجْنُوْنٌ كُنْتُ عَاقَبْتُكَ

لَوْ كُنْتَ تَعْلَمُ مَا أَقُوْلُ لَوْ كُنْتَ تَعْلَمُ مَا أَقُوْلُ عَذَرْتَنِيْ أَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ مَا تَقُوْلُ عَذَلْتُكَ

لَكِنْ جَهِلْتَ مَقَالَتِيْ فَعَذَلْتَنِيْ وَعَلِمْتُ أَنَّكَ جَاهِلٌ فَعَذَرْتُكَ

هَكَذَا الْجَاهِلُ يَرَى الْعَاقِلَ مَجْنُوْنًا

فَإِذَا رَأَى الْجَاهِلُ الَّذِيْ لَا يَعْرِفُ فِي الْفِقْهِ إِلَّا قَوْلًا وَاحِدًا

وَوَجَد مَنْ يُخَالِفُهُ أَنْكَرَ عَلَيْهِ أَنْكَرَ عَلَيْهِ

يَقُوْلُ هَذَا خِلَافُ السُّنَّةِ

لَيْسَ خِلَافَ السُّنَّةِ خِلَافُ عَقْلِكَ فَقَطْ

وَلِذَلِكَ يَا إِخْوَانُ كُلَّمَا ازْدَادَ عِلْمُ الْإِنْسَانِ اِتَّسَعَ أُفُقُهُ وَقَلَّ نَكِيْرُهُ

كُلَّمَا اتَّسَعَ أُفُقُكَ قَلَّ إِنْكَارُكَ عَلَى النَّاسِ مَا تُنْكِرُ

تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا وَارِدٌ عَنِ السَّلَفِ وَهَذَا وَارِدٌ عَنِ السَّلَفِ

هَذَا قَوْلٌ وَارِدٌ وَهَذَا قَوْلٌ وَارِدٌ وَهَذَا لَهُ دَلِيْلُهُ وَهَذَا لَهُ دَلِيْلُهُ

وَكُلٌّ مَأْجُوْرٌ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكُلٌّ مَأْجُوْرٌ بِإِذْنِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

وَلِذَلِكَ اطْلُبُوا الْعِلْمَ فَإِنَّ الْعِلْمَ يَرْفَعُ الْجَهْلَ

فَإِذَا رُفِعَ عَنِ الْإِنْسَانِ الْجَهْلُ قَلَّ إِنْكَارُهُ عَلَى غَيْرِهِ وَاللهُ أَعْلَمُ نَعَمْ

 

 

 


Artikel asli: https://nasehat.net/tentang-qunut-yang-mungkin-kamu-belum-tahu-syaikh-hamid-akram-al-bukhari-nasehatulama/